Kamis, 14 Oktober 2010

INDUSTRI INDONESIA DI PERSIMPANGAN JALAN

"Kalau ada perusahaan garmen atau tekstil tutup maupun mem-PHK karyawannya, itu hal biasa di tahun 2003-2004. Kalau ada yang masih bisa survive, bertahan hidup, itu alhamdulillah. Kalau ada yang bisa ekspansi, wah…itu ajaib". Ironis dan getir. Demikian jeritan para pelaku bisnis yang bergerak dalam industri tekstil dan garmen. Keluhan serupa dijumpai untuk pemain bisnis dalam industri sepatu. unskilled labour intensive industry, ULI), mencapai 86 persen, dengan nilai ekspor hampir 8 milyar dolar AS (lihat Tabel 1). Namun ekspor komoditi tekstil, garmen, dan sepatu terus menerus mengalami penurunan sejak tahun 1994. Dilihat dari nilai ekspor memang mengalami kenaikan, namun pangsanya terhadap total ekspor ULI cenderung menurun dari tahun ke tahun (lihat Gambar 1). Ekspor sepatu menunjukkan trend meningkat selama 1990-96, namun mulai menurun sejak tahun 2000.
Tentu saja keluhan ini perlu mendapat perhatian. Industri tekstil, garmen, dan sepatu berperanan penting dalam menyerap tenaga kerja dan ekspor nonmigas. Industri TPT (tekstil dan produk tekstil) merupakan industri yang tak bisa diabaikan peranannya. Setidaknya ada sekitar 98.000 unit usaha kecil dan menengah (UKM) yang menekuni industri ini. Data menunjukkan, UKM-TPT ini mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 490.000 dengan nilai produksi 14,7 trilyun dan ekspor US$ 900 juta. Industri skala besar yang menggeluti bisnis ini umumnya padat karya dan mengandalkan tenaga kerja yang murah. Total penyerapan tenaga kerja industri TPT diperkirakan mencapai 3,2 juta. Tak berlebihan bila ada yang menyebut industri ini sebagai primadona ekspor nonmigas dan penyedia lapangan kerja Indonesia.
Sejauh mana sumbangan industri ini dalam ekspor nonmigas? Sumbangan produk industri tekstil, garmen, dan sepatu dalam konfigurasi ekspor nonmigas dari industri padat karya (